Sekedar Singgah
Bermula dari sebaris
lirik lagu dangdut yang kupasang di status akun BBM, dengan tidak kusengaja aku
membuatmu mampir ke berandaku untuk memberikan komentar. Aku menyambut baik
kedatanganmu, jadi kusuguhkan secangkir kopi untukmu, setidaknya sebagai tanda
bahwa kita akan memulai pertemanan. Meski sudah lama mengenal, aku bahkan tidak
pernah tahu bahwa aku sudah lama berteman denganmu di BBM. Tanpa tahu apa dan
mengapa, aku asik menceritakan ini dan itu kepadamu, menceritakan banyak hal
penting hingga hal yang sangat tidak penting sekalipun. Aku mulai sering
menumpahkan candaan garing kepadamu, begitupun denganmu yang menumpahkan
candaan gila khasmu yang aku pun mulai terbiasa mengikutinya.
Tidak butuh
waktu yang lama, seminggu saja intens berkomunikasi via media sosial sudah
membuat aku dan kamu dekat seperti teman, seperti saudara, seperti sepasang
sejoli yang saling berbagi suka dan duka meski tidak pernah ada pertemuan. Aku mengagumimu
sebagai sosok sederhana yang berbakti, menjadi kakak untuk adik-adikmu dan
menjadi ayah bagi anak-anak yang telah ditinggalkan oleh ayahmu. Seorang pekerja
keras yang enggan untuk bangun pagi dan selalu menunda untuk mengerjakan
skripsi. Hahaha, ah meski terlalu jujur dua hal inilah yang selalu membuatku
berhasil membully mu dan dua hal ini mampu menjadi alasan untukku tertawa.
Aku ingin
menceritakan jarak yang tercipta pasca aku diwisuda. Kala itu aku merasa bahwa
perantauanku telah usai, aku memutuskan untuk pulang dan merencanakan kehidupan
lain. Bagiku maupun bagimu pasti sama, tak ada beda baik di dekat sana maupun
di tempat lain. Karena jauhnya jarak mampu didekatkan oleh media. Bagi kita
saat itu, jarak tidak pernah bercerita tentang rindu karena teknologi telah
menghapus sekian kilometer jarak antara kita.
Dalam kurun
waktu setahun, aku dan kamu seolah sudah menjadi dua sejoli yang sudah bahagia meski
hanya mampu saling mendengarkan suara. Meski tidak saling memandang, suara
sudah cukup mewakili keinginan-keinginan untuk bertatap muka dan saling
bercerita. Sejauh apapun kita sama-sama melangkah pergi, kita selalu mencoba
dekat dan saling memberi kabar. Jika laut yang kau tuju, nama dan salam dari
laut untukku selalu sampai padaku. Jika gunung yang kau daki, ada namaku yang
kau sebut di sana, seolah puncak gunung nan jauh di atas sana memberi sapaan
yang cukup hangat untukku.
Sayangnya aku
pun mulai lupa, sejak kapan terakhir kali kita saling berbagi romantika semacam
itu. Aku hanya ingat sejak kita memutuskan untuk bertemu meski sekedar makan
dan ngobrol, kita tidak lagi bersapa sebaik dan seromantis biasanya. Daya seorang
perempuan yang hanya mampu menunggu, juga tidak bisa menyalahkanmu karena tidak
lagi sering memberi kabar. Seingatku, satu setengah tahun yang lalu, kita masih
berkabar meski hanya tiga hari sekali, seminggu sekali, atau bahkan sebulan
sekali. Sempat marah karena aku merasa ditinggalkan, tetapi ketika kamu hadir
kembali dan memberi kabar aku kembali meyakini bahwa ini adalah cara kita untuk
berkomunikasi. Ini caramu untuk menjagaku agar tidak tergantung padamu.
Aku memegang
teguh keyakinan bahwa akan ada indah pada saatnya nanti. Bahwa kamu pasti akan
datang tidak hanya untuk singgah, bahwa kamu akan datang dan tinggal selamanya
di sini. Menjadikanku rumah untuk kau pulangi setiap hari. Aku memegang teguh
bahwa keyakinanku tidak akan salah. Meski tidak menaruh harap, aku hanya yakin
bahwa aku sudah menyajikan hal yang tepat. Kusajikan hati untukmu tinggal,
bukan kopi untukmu singgah barang sebentar.
Dua setengah
tahun memang begitu cepat berlalu juga masih dengan keyakinan-keyakinan yang
sama. Meski di dua tahun belakangan, kamu mulai menunjukkan bahwa
ketertarikanmu padaku hari ini tidak lagi seperti ketertarikanmu di dua tahun
silam, dimana dangdut koplo menjadi awal dari perbincangan panjang yang kita
rangkai selama hampir tiga tahun ini. Meski tak lagi teguh, aku masih memegang
keyakinan-keyakinan yang sama. Meski beberapa kali kau memberikan isyarat bahwa
bukan aku orangnya, bukan aku orang yang kau pilih. Aku hanya terkapar sejenak
dan aku kembali bangkit ketika kau datang dan mencariku lagi. Aku saat itu
percaya bahwa aku masih orang yang kubutuhkan. Aku masih orang yang kau genggam
dan kau ajak berlari ketika kau ingin. Aku percaya bahwa aku adalah orang yang kau
inginkan untuk menemani setiap langkah kencangmu atau bahkan langkah
tertatihmu. Aku benar-benar percaya meski kepercayaan ini tidak kudapati setiap
hari.
Keyakinan bertahun-tahun
itu kuhempaskan begitu saja dalam waktu yang tidak lama, hanya butuh waktu
beberapa menit. Pilihanmu yang jatuh kepada perempuan lain membuatku tidak
sanggup membuka mulut, jangankan menangis, hatiku terasa kaku dan mati sejenak.
Aku hanya bisa diam memandangi layar handphone dan sekujur tubuhku mulai
dingin.
Tadinya aku
mengira bahwa kamu meninggalkanku, tetapi nyatanya tidak. Kamu hanya sedang
berjalan menjemput takdirmu sendiri. Kamu sama sekali tidak meninggalkanku,
hanya saja bukan kamu orang yang dipilihkan Tuhan untuk kudampingi bersama
dalam kesempurnaan iman. Bukan aku orang yang ditakdirkan berjodoh denganmu. Pasti
itu lebih baik bagiku dan juga bagimu.
Dalam semalam
saja, aku tersadar bahwa aku pernah benar-benar meyakini satu hal, hingga tak
pernah kutemukan kebenaran dalam keyakinanku itu.
Selalu suka tulisannya mb naning.. 😘😊
BalasHapusWah ini sinten nggee hehe makasih yaaa
HapusIdola ku , selalu the best semua tulisanmu mba Ananing 😘
BalasHapushahaha sayangnya akuuuuh 😍
HapusPengen ketemu perempuan-perempuan hebat bojonegoro ini, ben ketularan semangat dan optimisnya.
HapusMakasih mbak susi sng wes ngeshare tulisan kece iki.salam kenal mbak-mbak.
Pengen ketemu perempuan-perempuan hebat bojonegoro ini, ben ketularan semangat dan optimisnya.
HapusMakasih mbak susi sng wes ngeshare tulisan kece iki.salam kenal mbak-mbak.
Merinding nung, aku bisa merasakan. Nice writing, semoga segera sembuh.
BalasHapusYang sering diajak curhat langsung paham hahaha.. Mumumumu buat mbak dit 😘
HapusWuwuwuwuwu
BalasHapusMasih kalah sama puisinya bob chairil 😆
HapusIya ning, kehebatannya msh teingat-ingat sampe sekarang.
HapusSemangat mengejarnya... Runtut banget kisahnya
BalasHapus