Guru Hebat Membersamai Kami
Lipatan-lipatan
berkah hari ini adalah akibat dari kebaikan-kebaikan orang lain di masa lalu.
Hari ini aku bertemu dengan orang baik lagi di tempat yang lain. Dia adalah
bagian darai masa lalu yang menjadikan hari ini semakin membaik. Baik di masa
lalu maupun masa kini dia tetap melakukan yang terbaik. Di masa tua dia masih
sangat mempesona karena bahkan banyaknya usia tidak membuat semangatnya yang
terbatasi oleh apapun. Jangankan usia tua sedang sakit pun, selam amasih bisa berbuat
baik dia akan selalu ada waktu untuk berbuat baik.
Beliau
adalah pak mahmudi, beliau adalah salah satu penggerak sosial, gurunya para
guru-guru kami yang juga menjadi guru kami, teman kami, senior kami, ayah atau
bahkan kakek yang sudah berbaik hati meluangkan waktunya untuk menemani kami
belajar. Kami memang tidak punya cukup banyak waktu di kota kenangan ini
(sebutan kota Solo). Kami tiba di Solo pukul 12.30 siang, matahaari tepat di
atas kepala dan kami masih harus berjalan dari halte bus menuju LPTP. Memang
tidak jauh, tapi perjalanan dari Yogyakarta ke Solo dengan kereta Prameks
dengan posisi berdiri membuat kami tak punya cukup tenaga untuk berjalan, juga
dengan tas yang kami gendong di atas pundak kami.
Setibanya
di LPTP, kebiasaan udiknya teman-teman Involvement X sudah nampak (termasuk aku
hahaha). Begitu tiba dan menaruh tas di ruang dosen, tanpa membersihkan diri
dari sisa-sia perjalanan kami langsung menuju dapur LPTP dan beruntungnya makan
siang memang sudah disiapkan. Kami segera makan siang dengan menu yang sangat
berbeda dari menu yang kami makan di Jogja, sajian menu sederhana ala desa
mampu membuat kami larut dalam nikmat hingga melupakan tugas selanjutnya.
Seharusnya, hari ini kami sudah bisa bertemu dengan pak Mahmudi namun berhubung
beliau sedang ada acara, kami diberi kesempatan untuk beristirahat untuk
sekedar melepas lelah akibat perjalanan. Kemudian tepat jam 14.00 kami diminta
untuk segera bersiap menuju ladang untuk belajar (udah kayak petani beneran).
Membersamai para petani untuk berjuang tidak akan lengkap jika tidak diiringi
dengan terjun ke ladang juga. Saya dan 15 orang lainnya pergi kesana dengan
menaiki mobil bak terbuka karena dua mobil panther dan kijang tidak lagi muat
untuk kami ber-25. Belum lagi kami selalu banyak tingkah di dalam maupun di
luar mobil.
Di
atas mobil bak terbuka, teman-teman Involvement X sungguh leluasa
mengekspresikan kegilaannya di udara. Sudah seperti aktivis yang akan berdemo,
nyanyian demi nyanyian tentang perjuangan kami lagukan, seperti hewan ternak
yang baru saja dikeluarkan dari kandang, tingkah kami begitu liar karena memang
selama dua minggu di sekolah perdikan, kami tidak banyak menghirup asap
kendaraan bermotor karena selalu tinggal di tengah lingkungan ASRI dan permai
tanpa melangkah kemanapun.
Setelah
tiba di ladang kami disambut dengan hamparan lahan gersang yang luasnya sekitar
8,5 hektar. Kegersangan yang kami lihat tidak segersang dua tahun sebelum kami
datang. Tanah yang sudah dikelola selama dua tahun terakhir masih belum maksimal
penghasilannya. Tetapi usaha gigih untuk tetap mengelola adalah satu hal yang
sangat menginspirasi. Juga dari sejarah kegersangannya kami belajar bahwa
apapun yang berlebihan itu akan menimbulkan dampak yang tidak baik. Dari
berlebihnya zat-zat kimia yang dipakai untuk penanaman tebu belasan atau bahkan
puluhan tahun silam menyebabkan tanah ini tak lagi produktif. Butuh waktu yang
lama dan tentunya juga kesabaran yang ekstra untuk dapat memulihkannya kembali
seperti sedia kala.
Sepulang
dari ladang kami kembali ke LPTP untuk bersih-bersih diri, makan dan istirahat.
Malam itu aku merasa seperti mengulang masa lalu, pergi untuk belajar hingga
bermalam di ruang-ruang kelas dengan karpet seadanya. Satu sofa yang menjadi
rebutan karena itulah satu-satunya tempat ternyaman untuk tubuh yang tidak lagi
punya cukup daya untuk berdiri. Mata seperti disihir hingga tanpa sadar di
tengah percapakan, kami (para srikandi Involvement X) terlelap. Meskipun tidak
sedang bergabung bersama kita di Solo, tetapi pengingat-pengingatnya akan
kedisiplinan selalu terngiang dimanapun kita berada. Dialah kepala sekolah
terkece. Bahwa kelas bersama maha guru akan dimulai jam 08.00 tepat, dengan
ke-kece-annya itu dia memastikan satu persatu siswa siswinya ini untuk tidak
telat karena maha guru ini selalu tepat waktu.
Dari
situlah rasa penasaranku terhadap maha guru semakin membuncah, dan benar bahwa
beliau adalah sebijak-bijaknya manusia. Sama dengan maha guru yang selalu
membersamai kami di sekolah perdikan INSIST, beliau berulang kali mengingatkan
bahwa ada banyak peneliti di luar sana yang hidup bersama masyarakat, memakan
apa yang mereka makan dan mengerjakan apa yang masyarakat kerjakan. Tetapi
sayangnya tujuannya berarang hanya untuk menemukan teori dan memproduksi ilmu
pengetahuan baru tanpa peduli atau berniat untuk memberubah masyarakat yang ia
teliti. Pengetahuan yang peneliti-peneliti tersebut hasilkan memang kemudian
menjadi populer di kalangan akademisi dan dijadikan rujukan penting oleh para
akademisi. Namun apakah masyarakat yang diteliti kemudian turut menjadi populer
dan berubah nasibnya seperti sepopuler peneiliti tersebut? Jawabannya tidak,
tidak ada perubahan apapun dalam masyarakat karena mereka (para peneliti) tidak
melakukan apapun. Kita harus membedakan diri dengan peneliti-peneliti tersebut.
Meneliti bukan untuk memperkaya diri tetapi meneliti untuk menyumbangkan
perubahan untuk negeri.
Salam
Involvement!
Bergerak
#AdemosIndonesia
#Ayo
Sinau Bareng
Tidak ada komentar: