Header Ads

Breaking News
recent

Menunggu Untuk Memilih

Memutuskan untuk tinggal di desa adalah pilihan yang gampang-gampang susah. Sebagai perempuan yang sudah berumur dan setelah sekian lamanya mengasingkan diri di perantauan, harapan yang paling dinanti oleh keluarga adalah menikah. Sedangkan bagiku sendiri, menikah tidak sesederhana yang ada di pikiran orang-orang desa pada umumnya. Orang lain memandang bahwa paras, usia dan pengalamanku sebagai anak rantau sudah memenuhi syarat untuk menggandeng laki-laki untuk diajak duduk di pelaminan. Tapi bagiku, untuk menggandeng saja aku masih harus bertanya-tanya siapakah yang akan kugandeng.
Bukan karena terlalu selektif, bahkan untuk menyeleksi saja aku tidak tahu harus bagaimana. karena justru dari sekeian yang mendekat tidak ada tanda-tanda untuk dapat diseleksi. Setelah beberapa kali gagal dalam suatu pendekatan, aku memang susah sekali untuk mengenali bagian mana yang mengindikasikan serius dan yang hanya bercanda. Ini juga yang mungkin membuatku mau tidak mau harus menjomblo. Karena aku lupa bagaimana cara mengawali sebuah hubungan,karena aku lupa bagaimana seorang laki-laki tiba-tiba saja menjadi pasangan.
Aku mengenal baik dunia pertemanan dan aku begitu nyaman pada zona ini. Kuanggap semua yang mendekat entah yang biasa saja atau bahkan yang sering mengucapkan kata-kata gombal adalah teman biasa. lalu bagaimana aku mengenal yang sebenarnya berniat untuk meminangku?
Teman-teman seperjuangan jomblo memutuskan untuk memegang kuat prinsip bahwa jodoh pasti bertamu, tapi secara logika kalau tidak ada yang dekat mana ada yang mau bertamu? Karena jodoh tidak dapat dilogikakan maka jangan melogikakan jodoh. Semudah itu kah??

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.